PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan
Sejarah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank
Perkreditan Rakyat (BPRS) menurut UU Perbankan No. 7 tahun 1992 adalah lembaga keuangan
bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR yang
operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.[1]
Sejarah
berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah tidak
bisa
lepas
dari
pengaruh
berdirinya
lembaga-lembaga keuangan sebagaimana yang disebutkan pada status hukum BPR yang diakui pertama kali dalam Pakto tanggal 27 Oktober 1988, sebagai bagian dari
paket kebijakan keuangan, moneter
dan perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan
dari banyak lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,
Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari ( LPN), Lembaga Perkreditan Desa ( LPD), Bank Kredit Desa (BKD), Bank Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK),
Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan atau lembaga
yang dapat dipersamakan dengan itu.
Lebih jelasnya
keberadaan lembaga
keuangan tersebut dipertegas dengan munculnya pemikiran untuk mendirikan bank syariah pada tingkat
nasional. Bank syariah
yang dimaksud adalah Bank
Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri tahun 1992.
namun jangkauan BMI terbatas pada wilyah- wilayah tertentu, misalnya di Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Oleh karenanya peran BPRS diperlukan untuk menangani masalah
keuangan masyarakat di
wilayah-wilayah tersebut.[2]
B.
Fungsi dan
Tujuan Bank Perkreditan Rakyat
Tujuan dan fungsi Bank Perkreditan
Rakyat ialah sebagai berikut:[3]
1.
Fungsi
BPR dalam melaksanakan kegiatan
usahanya harus memiliki sistem pengendalian intern. Dalam rangka menerapkan system
pengendalian intern tersebut, BPR wajib memiliki kebijakan, prosedur dan
perangkat organisasi yang memiliki pemisahan fungsi.
Salah satu
sistem pengendalian intern yang harus dimiliki oleh BPR adalah sistem
pengendalian intern dalam perkreditan, yang dituangkan dalam Pedoman Kebijakan
Perkreditan BPR (PKPB). PKPB dimaksud mempunyai fungsi:
a.
Sebagai pedoman bagi BPR dalam
setiap pelaksanaan kegiatan di bidang perkreditan yang memuat semua aspek perkreditan
yang memenuhi prinsip kehati-hatian dan asas – asas perkreditan yang sehat,
antara lain dalam proses pemberian kredit secara individual, pemantauan
portofolio perkreditan secara keseluruhan, dan dalam pelaksanaan penanganan
kredit bermasalah.
b.
Sebagai standar atau ukuran dalam
pelaksanaan pengawasan pemberian kredit pada semua tahapan proses perkreditan secara
individual.
2.
Tujuan BRS (konvensional)
a.
Agar BPR menerapkan prinsip
kehati-hatian dan asas-asas perkreditan yang sehat secara konsisten dan
berkesinambungan dalam rangka mitigasi risiko atas setiap pemberian kredit.
b.
Untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan wewenang oleh berbagai pihak dalam pemberian kredit yang dapat merugikan
BPR.
c.
Untuk mencegah terjadinya praktek
pemberian kredit yang tidak sehat.
Sedangkan tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS), yaitu:[4]
1. Meningkatkan
kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah
yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah
umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya ternasuk pada
masyarakat golongan ekonomi lemah.
2. Kehadiran BPRS bisa
menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha masyarakat golongan
ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahtertaan mereka.
3. Menambah lapangan kerja
terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan kesempatan kerja bagi
masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam
hal tenaga ahli.
Sehingga
semakin banyaknya BPRS di kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula
tenaga yang terserap disektor perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang
disalurkan BPRS bagi masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang semakin
luas, maka pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya
urbanisasi.
4. Membina ukhuwah
Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per
kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam
BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan
pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara
bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah
Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan
masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat,
maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal
maupun nasional.
C.
Ketentuan Pendirian
dan Organisasi Bank Pembiayaan Syariah
Adapun syarat-syarat
untuk pendirian Bank
Perkreditan Rakyat Syariah adalah sebagai berikut:[5]
1.
Bank Perkreditan
Rakyat Syariah hanya
dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah dengan ijin direksi Bank Indonesia.
2.
Bank Perkreditan
Rakyat Syariah hanya didirikan dan dimiliki oleh :[6]
a)
Warga Negara
Indonesia
b)
Badan hukum
Indonesia yang seluruh
pemiliknya oleh warga Indonesia
c)
Pemerintah
Daerah, atau
d)
Dua pihak atau
lebih sebagaimana dimaksud dalam persyaratan diatas
3.
Pemberian ijin
pendirian Bank Perkreditan
Rakyat Syariah, sebagaimana
dimaksud diatas dapat dilakukan dengan
dua tahap:[7]
a)
Persetujuan
prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank Perkreditan
Rakyat Syariah.
b)
Ijin usaha,
yaitu ijin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Bank Perkreditan
Rakyat Syariah setelah
persiapan persetujuan prinsip dilakukan.
4.
Syarat Modal
Modal yang
harus disetor untuk mendirikan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah Menurut
PBI No. 6/17/PBI/2004 ditetapkn sekurang-kurangnya sebesar:[8]
a.
Rp
2.000.000.000,- (dua milyar)
untuk Bank Perkreditan
Rakyat Syariah yang didirikan di wilayah daerah khusus ibu kota Jakarta
Raya dan Kabupaten / Kotamadya Tangerang, Bogor, Bekasi dan Kerawang.
b.
Rp1.000.000.000,- (satu
milyar) untuk Bank
Perkreditan Rakyat Syariah yang
didirikan di wilayah ibu kota propinsi diluar wilayah seperti tersebut pada
butir diatas
c.
Rp 5.00.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang didirikan diluar wilayah yang disebutkan pada butir a
dan b.
Pada dasarnya kegiatan Usaha yang dilakukan
BPRS sebagai salah satu lembaga perbankan syariah ialah Sebagai lembaga keuangan syariah ialah dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah.
Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPRS hanya dapat
melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
a. Menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan
dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Menempatkan dananya dalam
bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan
atau tabungan pada bank lain.
Menurut ketentuan Pasal 19 PBI No.
6/24/PBI/2004 dan Psal 20 PBI No. 6/17/PBI/2004, kepengurusan BUS (Bank Umum
Syariah) dan BPRS terdiri dari dewan komisaris dan direksi. Di samping
kepengurusan, suatu BUS dan BPRS wajib pula memiliki Dewan Pengawas Syariah
yang berfungsi mengawasi kegiatan BUS tersebut dan berkedudukan di kantor pusat
bank. Selain direksi dan dewan komisaris, PBI No. 6/17/PBI/2004 juga mengatur
tentang pejabat eksekutif, yaitu pejabat yang mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan dan oerasional bank atau perusahaan dan/atau bertanggung jawab
langsung kepada direksi antara lain pemimpin kantor cabang.[9]
Berikut Adalah rincian beberapa hal yang harus
dipenuhi dalam pendirian Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) :[10]
1.
Persyaratan
Umum
a.
Memperoleh izin dari Menkeu RI
dengan pertimbangan BI
b.
Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan
daerah, koperasi dan PT
c.
Didirikan dan dimiliki oleh Pemda,
koperasi dan PT
d.
Tempat kedudukan BPRS di kecamatan
di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati II
e.
Wilayah pelayanan mencakup desa –
desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan BPRS
2.
Persyaratan
modal
a.
Usaha meliputi tabungan dan
deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha kecil
b.
Modal disetor minimal Rp
50.000.000.
c.
Penanaman modal aktiva tidak boleh
melebihi 50% dari modal sendiri
e.
Mayoritas direksi harus
berpengalaman dalam operasional bank minimal satu tahun
3.
Permohonan
Izin Arsip
a.
BPRS berbentuk PT
1)
Siapkan modal disetor minimal Rp
15.000.000,- atau 30% dari total modal
disetor
2)
Siapkan minimal dua nama yang akan
dipakai BPRS dan selanjutnya minta persetujuan ke Departemen Kehakiman.
b.
BPRS tidak berbentuk PT :
1)
Menyesuaikan diri dengan ketentuan
yang telah digariskan oleh departemen terkait.
2)
Mengajukan permohonan tertulis ke
Menkeu RI dengan melampirkan :
a) Rencana akte pendirian dan AD BPRS
b) Rencana kerja BPRS pada tahun pertama
c) Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah
3)
Photocopy bukti setoran sebesar Rp
15.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
4.
Permohonan
Izin Usaha
Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan
ke Menkeu RI dengan melampirkan :
a.
Photocopy bukti setoran sebesar Rp
35.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah.
b.
Copy AD BPRS yang telah disahkan
Menteri Kehakiman RI
c.
Photocopy NPWP BPRS
d.
Menyampaikan prosedur dan sisitem
tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan
e.
Mengirimkan data pengurus BPRS.
f.
Photocopy situasi dan kondisi
perkantoran dan peralatan BPRS[11]
5.
Persiapan Pra
Operasional BPRS
BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke
Pemda setempat untuk memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat
Izin tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat
– lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus
melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan
mempersiapkan logo bank.[12]
6.
Laporan
Pembukuan
Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama
operasi harus dilaporkan kepada BI setempat dengan melampirkan Neraca awal.
D.
Produk dan
strategi Pengembangan
Adapun produk-produk
yang ditawarkan BPRS secara garis besar adalah :[13]
1. Mobilisasi Dana
Masyarakat
Bank akan mengerahkan
dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima simpanan wadi’ah, adanya
fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat digunakan untuk
menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan Ongkos Naik Haji (ONH), dan lain-lain.[14]
a. Simpanan amanah
Bank menerima titipan
amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akan penerimaan titipan ini
adalah wadi’ah yakni titipan yang tidak menanggung resiko. Bank akan memberikan
kadar profit dari bagi hasil yang didapat melalui pembiayaan kepada nasabah.
b. Tabungan wadi’ah
Bank menerima tabungan
pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas. Akad penerimaan yang
digunakan sama yakni wadi’ah. Bank akan memberikan kadar profit kepada nasabah
yang dihitung harian dan dibayar setiap bulan.
c. Deposito wadi’ah /
deposito mudharabah
Bank menerima deposito
berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad penerimaannya wadi’ah atau
mudharabah, dimana bank menerima dana yang digunakan sebagai penyertaan
sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst. Deposan yang
menggunakan akad wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil keuntungan lebih kecil dari
mudharabah bagi hasil yang diterima dalam pembiayaan nasabah setiap bulan.
d.
Penyaluran Dana
1)
Pembiayaan mudharabah
Perjanjian antara pemilik
dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang keuntungannya dibagi menurut
rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka pengusaha
menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan
imbalan kerja.
2)
Pembiayaan musyarakah
Perjanjian antara
pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha
yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai
kesepakatan awal.[15]
3) Pembiayaan Bai bitsaman Ajil
Proses jual beli antara
bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu pembelian suatu barang oleh
nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan keuntungan yang
disepakati bersama.
4) Pembiayaan Istishna’
Pembiayaan dengan prinsip
jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria
yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual
sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme
pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah.
5) Pembiayaan Al-Hiwalah
Penggambil alihan hutang
nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh BPRS, dikarenakan
nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya digunakan untuk
melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang,
dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar
dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
6) Pembiayaan qardhul
hasan
Perjanjian antara BPRS
dengan nasabah yang dianggap layak menerima yang diprioritaskan. Penerima hanya
diwajibkan mengembalikan pokok pinjaman pada waktu jatuh tempo dan BPRS hnya
mengenakan biaya administrasi yang benar-benar untuk keperluan proses.[16]
Sasaran Pembiayaan.
1) Pengusaha kecil dan sector
informal
2) Masyarakat
lain menghadapi problem modal dengan prospek usaha yang layak
Jangka waktu
Pembiayaan/ kredit
1) Jangka pendek,
kurang dari satu tahun
2) Jangka
menengah, satu sampai tiga tahun
3) Jangka
panjang, lebih dari tiga tahun
e. Jaminan/
agunan
Jaminan diutamakan pada dasarnya adalah usaha/ proyek yang dibiayai
oleh pembiayaan sendiri. Namun, dalam beberapa hal mungkin disyaratkan adanya supporting
collateral berupa:
·
Jaminan kebendaaan atas barang yang
dibiayai oleg BPRS
·
Atau jaminan lainnya jika
diperlukan antara lain: avalist, personal guarantie dan lainnya.
f. Jasa Perbankan Lainnya
Secara bertahap bank akan
menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran berupa proses transfer dan
inkaso, pembayaran rekening air, listrik, telepon, dan lain-lain.
Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa dana talang
berdasarkan pembiayaan bai as-salam.[17]
Strategi Pengembangan BPRS
Untuk meningkatkan dan mengembankan kegiatan dan pelaksanaan yang ada dalam
badan usaha BPRS maka suatu
badan dari BPRS menyelengarakan dan membentuk suatu kegiatan yang dapat
meningkatkan BPRS yakni dengan memberikan pelatihan, pendidikan dan tehnical
asissistance untuk BPRS yang akan tumbuh. Hingga saat ini minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta dalam
pengembangan kegiatan BPRS antara lain :[18]
1. IESD (Institute For Syariah Economic Development)
Dalam hal ini
secara bebrkesinambungan IESD akan terus melakanakan program pendirian/
pemberian bantuan teknis kepada BPRS di Indonesia khsusunya daerah potensial
umat islam. Dan ada beberapa program yang yang telah dilaksanakan yakni berupa
teknis bagi pendirian BPRS diberbagai tempat di Indonesia.
2. Badan yang yang membantu
dalam kegiatan yayasan pendidikan dan pengembangan Bank Syariah (YPBS). Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat Indonesia dengan
ICMI. Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan mengembangkan
BPRS di seluruh tanah air. Kegiatan – kegiatan YPBS antara lain :
-
Pengembangan Inkubasi Bisnis (INBIS)
Berdasarkan riset yang
dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan INBIS melibatkan perguruan tinggi
sebagai upaya mempersiapkan perguruan tinggi menuju entrepreneurial
university melalui pengembangan budaya kewirausahaan. Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara lain
Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT)
Kementerian Riset dan Teknologi serta Departemen Pendidikan Nasional.[19]
DAFTAR PUSTAKA
Bank
Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/26/ DKBU 19 Sepetember 2012,
Pedoman Standar Kebijakan Bank Perkreditan Rakyat. Departemen Kredit, BPRS UMKM
(DKBU)
PBI
No.6/17/PBI/2004 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
Lembaga
Pengembangan Ekonomi Syariah Paket Program Pendidikan dan Pelatihan BPR
Syariah, Bandung, 1994.
Perwaatmadja,
Karnaen dan Antonio, Syafi’i. 1992. Prinsip Operasional Bank Islam.
Jakarta: Risalah Masa.
Sudarsono, Heri. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada
Sumitro, Warkum.1997.
Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait (BAMUI DAN TAKAFUL) di
Indonesia Cet. II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wirdyaningsih
dkk. 2006. Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia Cet. II. Depok. Badan
Penerbit FAH Univ. Indonesia.
Wiroso. 2005. Penghimpunan
Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta : PT Grasindo
Widjanarto.
1990. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: Grafitti.
[1]
Heri Sudarsono,
Bank dan
Lembaga Keuangan
Syariah deskripsi dan ilustrais(Yogyakrta : Ekonisia)hal. 83
[2]
Warkum Sumitro,SH, MH, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait
(BAMUI DAN TAKAFUL) di Indonesia. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,1997,
Cet II). H. 107
[3]
Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/26/ DKBU 19 Sepetember
2012, Pedoman Standar Kebijakan Bank Perkreditan Rakyat. Departemen Kredit,
BPRS UMKM (DKBU)
[4]
Heri Sudarsono,
Bank dan
Lembaga Keuangan
Syariah deskripsi dan ilustrais(Yogyakrta : Ekonisia Hal. 112
[5]
Heri Sudarsono,
Bank dan
Lembaga Keuangan
Syariah deskripsi dan ilustrais(Yogyakrta : Ekonisia)hal. 88
[6]
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI/2004 tentang Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.
[7]
Heri Sudarsono,
Bank dan
Lembaga Keuangan
Syariah deskripsi dan ilustrais(Yogyakrta : Ekonisia)hal. 107
[8]
Wirdyaningsih dkk. Bank dan ASuransi Islam Di Indonesia. (Depok. Badan
Penerbit FAH Univ. Indonesia, Cet II, 2006). H. 64
[9]
Wirdyaningsih dkk. Bank dan ASuransi Islam Di Indonesia. (Depok. Badan
Penerbit FAH Univ. Indonesia, Cet II, 2006). H. 74
[10]
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. (Jakarta:
Grafitti,1990). H. 123
[11]
Karnaen Perwaatmadja dan Syafii Antonio, Prinsip Operasional Bank Islam. (Jakarta:Risalah
Masa,1992) H. 127
[12]Lembaga
Pengembangan Ekonomi Syariah Paket Program Pendidikan dan Pelatihan BPR
Syariah, Bandung, 1994.
[13]
Wirdyaningsih dkk. Bank dan ASuransi Islam Di Indonesia. (Depok. Badan
Penerbit FAH Univ. Indonesia, Cet II, 2006). H. 75
[14]
Http://acankende.wordpress.com/bank-perkreditan-rakyat-syariah-bprs/
di unduh 20 Sept 2015
[15]
Wiroso. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. (Jakarta
: PT Grasindo, 2005). H. 53
[16]
Warkum Sumito. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembag-lembaga Terkait (BAMUI
dan Takaful) di Indonesia. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997). H. 115
[17]
Warkum Sumito. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembag-lembaga Terkait (BAMUI
dan Takaful) di Indonesia. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997). H. 116
[19]
Warkum Sumito. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembag-lembaga Terkait (BAMUI
dan Takaful) di Indonesia. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997). H. 117
Komentar
Posting Komentar