Oleh :
Lailatul Jannah (1113053000097)
Manajemen Dakwah
ABSTRAK:
Islam sebagai
agama penyempurna agama-agama sebelumnya tentu mengajarkan untuk bersikap
toleran terhadap umat non-muslim, termasuk umat kristiani dalam perayaan natal.
Toleransi dijunjung tinggi dalam ajaran islam. Namun, toleransi bukan berarti
menyamakan atau menyederajatkan agama lain dengan islam, karena toleransi
berbeda dengan sinkretis. Dalam hal ini, toleransi terhadap perayaan natal
hanya sebatas pada membiarkan, mendiamkan dan menghargai umat kristiani, tidak
termasuk di dalamnya ikut serta dalam perayaan atau memberi ucapan selamat.
Kata Kunci :
Toleransi, Natal, Pespektif
PENDAHULUAN
Islam sebagai
agama penutup dan
penyempurna dari agama-agama terdahulu
dan merupakan
risalah terakhir yang ditujukan kepada jin dan manusia hingga akhir zaman, memiliki karakteristik yang unik yang menjadikannya senantiasa relevan
pada setiap tempat dan zaman kepada seluruh umat manusia di atas bumi. Diantara karakteristik utama agama ini adalah toleransi
dan kemudahan baik antar muslim maupun kepada non muslim dalam setiap
sendi-sendi kehidupan mulai dari ibadah, interaksi sosial, akhlak dan adab.
Disamping itu, Indonesia sebagai salah satu Negara dengan muslim terbesar di
dunia telah
memiliki nilai-nilai toleransi antar umat beragama yang cukup tinggi. Bahkan,
Indonesia menjadi contoh untuk Negara-negara yang belum mampu menghadapi
perbedaan dalam ras, social maupun agama.
Namun,
toleransi tersebut kemudian menjadi polemik ketika ulama islam memberikan
batasan toleransi yang dilakukan muslim kepada nonmuslim. Hal ini terjadi
karena toleransi kebablasan dan seakan bergeser makna dari arti
harfiahnya. Rasulullah SAW telah memberi contoh dalam beberapa hadis tentang
bagaimana toleransi yang sebenarnya dalam perspektif (sudut pandang) islam.
PENGERTIAN
TOLERANSI
Dalam Webster’s
World Dictionary of American Language, kata “toleransi” secara etimologis
berasal dari bahasa Latin, tolerare yang berarti “menahan, menanggung,
membetahkan, membiarkan, dan tabah”.[1]
Toleransi merupakan serapan dari bahasa inggris yaitu tolerance yang
berarti sabar atau kelapangan dada atau dapat menerima sesuatu.[2]
Dalam bahasa arab disebut Tasamuh, yaitu bersikap membiarkan atau lapang
dada.[3]
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan, toleransi adalah sifat atau sikap toleran, yaitu
bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang berbeda
atau bertentangan dengan pendirian sendiri, misalnya toleransi agama (ideologi,
ras, dan sebagainya).[4]
Dengan menggunakan perspektif
psikologi sosial, Yayah Khisbiyah menjelaskan, toleransi adalah kemampuan untuk
menahankan hal-hal yang tidak kita setujui atau tidak kita sukai, dalam rangka
membangun hubungan sosial yang lebih baik. Toleransi mensyaratkan adanya
penerimaan dan penghargaan terhadap pandangan, keyakinan, nilai, serta praktik
orang/kelompok lain yang berbeda dengan kita. Intoleransi adalah ketidakmampuan
atau ketidakmauan untuk bertoleran, muncul karena kita tidak bisa atau tidak mau
menerima dan menghargai perbedaan. Intoleransi bisa terjadi pada tataran
hubungan interpersonal, seperti hubungan antara kakak dan adik, orangtua dan
anak, suami dan isteri, antarteman, atau antarkelompok, misalnya suku, agama,
bangsa, dan ideologi.[5]
PERAYAAN NATAL
Natal yang
diperingati setiap tanggal 25 desember dan diyakini sebagai hari kelahiran
Yesus Kristus merupakan hari raya umat kristiani. Setiap Memasuki Bulan
desember, nuansa natal mulai terasa. Mal-mal, berbagai pusat pembelanjaan, toko-toko
dan kantor-kantor ramai dihiasi aksesoris Natal seperti pohon cemara berikut
dengan lampu warna-wani yang identik dengan semarak Natal. Tak lupa acara
perayaan natal bersama di gelar di berbagai kantor dan instansi.[6]
Para karyawan muslim-pun juga tak luput dari atribut natal, seperti baju
sinterklas dan sebagainya. Hal itu dilakukan dengan alasan sebagai wujud
toleransi muslim yang notabene sebagai pemeluk agama mayoritas terhadap pemeluk
agama Kristen.
TOLERANSI
PERAYAAN NATAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Islam tentu
sangat menjunjung tinggi toleransi, Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis
:
أَحَبٌّ الدِّيْنِ إِلىَ اللهِ الحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ
Artinya :
“Agama yang paling dicintai Allah adalah agama yang lurus dan toleran”[7]
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany ketika
menjelaskan hadis ini beliau berkata:
“Hadis ini di riwayatkan oleh
Al-Bukhary pada kitab Iman Bab Agama itu mudah didalam shahihnya secara
Mu'allaq dengan tidak menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori
syarat-syarat hadis shahih menurut Imam al-Bukhary, akan tetapi beliau
menyebutkan sanadnya secara lengkap dalam al-Adab al-Mufrad yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah
bin Abbas dengan sanad yang hasan.[8]
Berdasarkan
hadis di atas dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam
berbagai aspek agama baik dari aspek Aqidah maupun Syariah, akan tetapi
toleransi dalam Islam lebih dititik beratkan pada wilayah muamalah (interaksi sosial).[9]
Rasulullah SAW bersabda dalam
hadisnya yang lain:
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى
وَإِذَا اقْتَضَى
Artinya : “Allah merahmati atau menyayangi seseorang yang toleran
dalam menjual, membeli dan memutuskan perkara”[10]
Hadis
ini menunjukkan bahwa toleransi dalam islam titik-beratnya hanya sebatas pada
interaksi sosial dan tidak ada keterkaitan dengan hukum-hukum syariat.
Sebagaimana
diketahui, Rasulullah SAW tidak hanya bertetangga dengan Muslim namun beliau
juga bertetangga dengan non Muslim. Di sekitar Madinah kala itu ada orang
Yahudi, Nasrani, dan lainnya. Mereka sama-sama mempunyai hak untuk dicintai,
mereka juga punya hak untuk mendapatkan kedamaian. Rasulullah SAW bahkan juga
mengadakan kontak dagang dengan non Muslim. Bahkan, menurut keterangan hadis
lain, Rasulullah SAW sempat meminjam barang kepada seorang Yahudi dengan
menggadaikan baju besinya.[11]
Toleransi
yang dicontohkan oleh Rasulullah jelas hanya hanya sebatas interaksi sosial. Toleransi
dalam islam tidak lantas bersifat sinkretis; yaitu bersifat mencari
penyesuaian (keseimbangan) antara dua aliran (agama dan sebagainya).[12]
Toleransi dalam islam bersifat membiarkan, dan menghargai pemeluk agama lain,
bukan menyamakan atau menyederajatkan ajaran islam dengan ajaran agama lainnya,
begitupun sebaliknya.
Toleransi muslim terhadap perayaan
natal sebagai hari kelahiran Yesus Kristus mengundang pro-kontra di kalangan
ulama muslim sendiri. Ucapan natal, misalnya, meskipun merupakan suatu hal yang
sederhana tapi di dalamnya ada makna terselip yang sangat prinsipil dalam
persoalan akidah.
Natal diyakini
sebagai peringatan hari lahirnya Tuhan
mereka, Yesus Kristus (Isa Al-Masih). Sedangkan, dalam islam, Isa Al-Masih
adalah seorang Rasulullah utusan Allah yang di utus khusus untuk kaum Israel
dalam menyampaikan ajaran-Nya.
Mengucapkan
selamat natal ataupun melakukan perayaan lainnya, berarti secara tidak langsung
mengakui kebenaran tentang ketuhanan Yesus Kristus dan mengakui tanggal 25
desember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, padahal dalam sejarah Yesus (Isa
Al-Masih) dilahirkan pada tanggal tersebut.[13]
Allah SWT
befirman dalam al-Quran surat Al-Kafirun :
قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ()لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ()وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ()وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ()وَلاأَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ()لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ()
Artinya: “Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah
agamaku.”
Surat al-kafirun turun sekaligus sebagai jawaban atas
ajakan kaum musyrikin Quarisy kepada Rasulullah Muhammad SAW. Mereka itu,
antara lain al-As bin Wail as-Sahim, al-Aswad bin Abdul Muthalib, Umayah bin
Khalaf, dan Walid bin Mughirah. Mereka mengajak Rasulullah Muhammad SAW agar
mau sedikit toleran dan berkompromi dengan bergantian dalam menyembah Tuhan.
Kaum Musyrikin akan menyembah Tuhan yang di sembah Rasulullah Muhammad SAW. Dan
waktu yang lain, Rasulullah Muhammad SAW dan pengikutnya di minta untuk
menyembah apa yang mereka sembah.
Secara umum, surat ini memiliki dua
kandungan utama. Pertama, ikrar kemurnian tauhid, khususnya tauhid uluhiyah
(tauhid ibadah). Kedua, ikrar penolakan terhadap semua bentuk dan praktek
peribadatan kepada selain Allah, yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Ini berarti dalam
situasi apapun dalam hal syariat, agama islam tidak bisa diseimbangkan atau
disetarakan dengan agama lainnya. Karena dari sumber, ajaran dan asal-usul,
islam tidaklah sama dengan agama lainnya.
Toleransi terhadap perayaan Natal
baik sekedar ucapan selamat natal ataupun mengikuti secara simbolik, tidak
dibenarkan dalam islam. Rasulullah SAW dalam hadisnya hanya membenarkan
toleransi yang bersifat membiarkan, lapang dada dan menghargai, bukan
menyamakannya dengan ajaran islam. Toleransi tidak berarti seseorang harus
mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dia anut.[14]
Rasulullah SAW bersabda :
عن
ابن عمر - رضي الله عنهما - قال: قال رسول الله -
صلى الله عليه وعلى آله وسلم-: من تشبه بقوم فهو منهم أخرجه أبو
داود وصححه ابن حبان.
Artinya: “Dari
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa ‘ala aalihi wasallam bersabda:”Barang siapa yang menyerupai suatu kaum
maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan
oleh Ibnu Hibban)
Terdapat dalam banyak hadits, dimana
Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menyelisihi dan berbeda dari
orang kafir. Wujud sabda Rasulullah SAW فهو منهم
adalah apabila seseorang menyerupai orang kafir maka dia bersama dengan mereka
dalam kekafirannya. hadits ini hukumnya berlaku jika dia meniru mereka dalam
seluruh perilaku mereka, atau meniru mereka dalam perkara-perkara yang menjadi
kekhususan agama mereka yang menyebabkan seseorang keluar dari agama apabila
menirunya.[15]
Adapun kalau dia menyerupai/meniru
orang kafir dalam sebagian perkara yang menjadi kekhususan mereka, maka hukumnya
tergantung pada bentuk perbuatannya, apabila itu sebuah kemaksiatan maka itu
adalah maksiat, apabila itu adalah sebuah kekafiran maka dia kafir. Dan di
dalam syariat Islam perkara-perkara ini memiliki tingkatan hukum yang
berbeda-beda sesuai dengan bentuk tasyabuhnya dan hal-hal yang ditirunya.
Dan larangan tasyabbuh (Meniru-niru
orang kafir) ini adalah bentuk penjagaan dan perlindungan terhadap kemurnian
syariat, hal itu karena sumber keyakinan adalah dari hati, dan larangan
tasyabuh ini memutuskan kecintaan antara seorang muslim dengan orang kafir.[16]
Toleransi atau tasamuh dalam bahasa
arab sangat berbeda pengertiannya dengan tasyabbuh. Toleransi yang berarti
membiarkan, lapang dada dan menghargai, sedangkan tasyabbuh meniru-niru
perbuatan.
Disisi lain rumusan ajaran Islam dan
Kristen tidak bisa disamakan. Rumusan kristenisasi menurut konsep Samuel Zwemmer
(Ketua Asosiasi agen Yahudi), upaya pengkristenan di tempuh melalui dua cara,
yaitu penghancuran dan pembinaan. Cara penghancuran adalah mengeluarkan orang
islam dari agamanya. Walaupun dia menjadi atheis, yang penting keluar dari
islam. Adapun cara pembinaan adalah dengan membina dan memasukkan orang islam
ke dalam agama Kristen.[17]
Tujuan misi yang dicanangkan oleh
Samuel Zwemmer ada dua. Pertama, mengeluarkan Muslim dari agama Islam supaya
tidak lagi berpikir mempertahankan agamanya. Kedua, berusaha agar kaum Muslimin
tidak berbudi luhur (rusak akhlaknya) melalui pergaulan bebas, narkoba
pornografi dan lain-lain.
Perhatikan konsep Samuel Zwemmer
yang dikemukakan pada konferensi Yerissalem tahun 1935 berikut ini: “Tujuan
kita tidak secara langsung untuk mengkristenkan umat islam karena hal ini tidak
akan sanggup kita laksanakan. Namun yag perlu diingat adalah menjauhkan kaum
muslimin dari ajaran islam. Ini yang harus kita capai meskipun mereka tidak
bergabung dengan kita (menjadi Kristen)…”[18]
Sedangkan, dakwah islam tidak
mengenal paksaan untuk beriman kepada Allah SWT.
Sebagaimana
firman Allah dalam al-Quran surat al-Baqarah :
لآإِكْرَاهَ فِيْ الدِّيْنِ
Artinya:
“Tidak ada paksaan dalam agama (Islam)…”
Rasulullah Saw tidak
pernah melontarkan kata-kata kasar kepada para
musuh beliau bahkan beliau senantiasa mendoakan agar Allah memberikan kepada
mereka hidayah untuk beriman kepadaNya dan kepada rislah-Nya yang dibawah oleh Rasulullah Saw.
Melihat
perbedaan yang begitu signifikan dalam cara penyampaian ajaran Islam maupun
Kristen, tentu perlu di waspadai agar toleransi tidak diperalat sebagai sarana
menyebarkan misi Kristen.
KESIMPULAN
Toleransi
terhadap perayaan natal tentu saja dianjurkan dalam islam karena islam sebagai
agama perdamaian menjunjung tinggi nilai-nilai itu. Namun toleransi dalam
perspektif islam hanya sebatas pada interaksi sosial atau muamalah saja, tidak
ada keterkaitan dengan hukum akidah ataupun syariat. Dengan kata lain,
toleransi terhadap perayaan natal dalam perspektif islam hanya sebatas
membiarkan, mendiamkan, dan meghargai umat kristiani yang merayakannya. Bukan
lantas ikut-ikutan merayakan dengan memakai atribut sinterklas ataupun dengan mengucapkan
selamat natal.
Karena merayakan Natal berarti
membenarkan makna yang tersirat di dalamnya, seperti mengakui ketuhanan Yesus
Kristus dan konsep trinitas, serta membenarkan tanggal kelahiran Yesus jatuh
pada tanggal 25 Desember.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an
al-Karim
Ajad Sudrajad dkk. 2009. Din
Al-Islam (Yogyakarta : UNY Press)
al-Bukhary, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, al-Jami'
al-Shahih. Cet. I; Kairo: Maktah as-Salafiyah, 1400 H.
M. Echol, Jhon
dan Hassan Shadily, 2003.An English-Indonesian Dictinary (Kamus Inggris
Indonesia). Cet. XXV; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ibnu Majah,
Muhammad bin yazid al-Qazwiny, Sunan Ibnu Majah. Cet. I; Riyadh, Makatah
al-Ma'arif, T.Th.
Khisbiyah, Yayah.
2007. Menepis Prasangka, Memupuk Toleransi untuk Multikulturalisme: Dukungan
dari Psikologi Sosial. Surakarta: PSB-PS UMS.
Tim FAKTA.2002. Senjata Menghadapi
Pemurtadan berkedok Islam. Jakarta : Pustaka Kautsar
Warson Munawir,
Ahmad. 1994.Kamus al-Munawir. Yogyakarta: PP. Krapyak.
W.J.S. Poerwadarminta. 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Sumber Artikel :
Jurnal Agama dan Budaya, MIMBAR,
Toleransi terhadap sekularisme dan Pluralisme, Hayati. Edisi 869 Tahun XIV, 24 Januari 2008.
Buletin Dakwah. AL-Islam,Toleransi
yang Kebablasan. Hizbut Tahrir Indonesia, Edisi 735 Tahun XX, 19 Desember
2014
[1]
M. Bahari, MA, Toleransi Beragama Mahasisw, (Cet. I; Jakarta: Maloho
Jaya Abadi Press,2010). H. 50
[2]
Jhon M. Echol dan Hassan
Shadily, An English-Indonesian Dictinary (Kamus Inggris Indonesia), (Cet.
XXV; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 595.s
[4]
W.J.S.
Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka. 2005. hlm. 1204
[5]
Yayah
Khisbiyah. Menepis
Prasangka, Memupuk Toleransi untuk Multikulturalisme: Dukungan dari Psikologi
Sosial.
Surakarta: PSB-PS UMS.2007. hlm. 4.
[6]
Buletin Dakwah. AL-Islam,Hizbut Tahrir Indonesia, Edisi 735 Tahun XX, 19
Desember 2014, H. 1
[7]
Hadis Ini diriwayatk oleh :
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, al-Jami' al-Shahih,Kitab; Iman,
Bab; Agama itu Mudah, (Cet. I;
Kairo: Maktah as-Salafiyah, 1400 H), Jld. I, h. 29
[9]
http://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/05/toleransi-dalam-perspektif-hadis-Rasulullah.html (26 Desember 2014)
[10]
Al-Bukhary, Al-Jami’- Al-Shahih., Kitab; Jual-Beli, Bab; Kemudahan dan toleransi dalam jual-beli dari
riwayat Jabir bin Abdullah, Jld. II, h. 81
[11]
http://majalahgontor.net/mengupas-hadis-hadis-tentang-toleransi/
(25 Desember 2014,pukul 15:54)
[12]
W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka. 2005. hlm. 957
[13]
http://jonru.com/2014/12/25/ucapan-natal-hidup-damai-penuh-toleransi-tanpa-harus-mengucapkan-selamat-natal/
(26 Desember 2014; pukul; 17:25)
[14]
Ajad sudrajad dkk, Din Al-Islam, (UNY Press,2009)
[15]
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/01/takhrij-hadits-barangsiapa-yang.html
(25 Desember 2014, Pukul 15:45)
[16]
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/01/takhrij-hadits-barangsiapa-yang.html
(25 Desember 2014, Pukul 15:45)
[17]
Tim FAKTA, Senjata Menghadapi Pemurtadan berkedok Islam, (Pustaka
Kautsar:Jakarta,2002). Hal.3
[18]
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/01/takhrij-hadits-barangsiapa-yang.html
(25 Desember 2014, Pukul 15:45)
%2Bcopy.jpg)
Komentar
Posting Komentar