KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “SHOLAT JAMAK DAN QOSHOR” Makalah
ini berisikan tentang Sholat jamak dan qoshor berikut tatacara dan perbedaan
antara keduanya.
Diharapkan Makalah ini membuat kita
lebih memahami dan bisa mengamalkan ibadah sholat jamak dan qoshor dengan baik.
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalahini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Ciputat,
17 Oktober 2013
Penyusun
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Shalat
Jamak adalah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu
waktu, yakni melakukan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur (jamak
taqdim), atau melakukannya di waktu Ashar (Jamak Takhir). Dan melaksanakan
shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu Magrib atau melaksanakannya
di waktu Isya’. Jadi shalat yang boleh diJamak adalah semua shalat Fardhu
kecuali shalat Shubuh. Shalat shubuh harus dilakukan pada waktunya, tidak boleh
diJamak dengan shalat Isya’ atau shalat Dhuhur.
Sedangkan
Shalat Qashar maksudnya meringkas shalat yang empat rakaat
menjadi dua rakaat. Seperti shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’. Sedangkan shalat
Magrib dan shalat Shubuh tidak bisa diqashar.
Shalat
Jamak dan Qashar merupakan keringanan yang diberikan Alloh, sebagaimana
firman-Nya:
الصَّلَاةِ مِنَ تَقْصُرُوا أَنْ جُنَاحٌ عَلَيْكُمْ فَلَيْسَ الْأَرْضِ فِي ضَرَبْتُمْ وَإِذَا Artinya:
”Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar
shalatmu, (QS: Annisa: 101),
Shalat Jamak lebih umum dari shalat Qashar,
karena mengqashar shalat hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian
(musafir). Sedangkan menJamak shalat bukan saja hanya untuk orang musafir,
tetapi boleh juga dilakukan orang yang sedang sakit, atau karena hujan lebat
atau banjir yang menyulitkan seorang muslim untuk bolak- balik ke masjid. dalam
keadaan demikian kita dibolehkan menJamak shalat. Ini berdasarkan hadits Ibnu
Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwasanya Rasululloh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menJamak shalat Dhuhur dengan Ashar dan shalat
Maghrib dengan Isya’ di Madinah. Imam Muslim menambahkan, “Bukan karena takut,
hujan dan musafir”. Mayoritas ulama membolehkan menJamak shalat bagi mereka
yang tidak musafir bila ada kebutuhan yang sangat mendesak, dengan catatan
tidak menjadikan yang demikian sebagai tradisi (kebiasaan)[1].
Dari
sini para sahabat memahami bahwa rasa takut dan hujan bisa menjadi udzur untuk
seseorang boleh menJamak shalatnya, seperti seorang yang sedang musafir. Dan
menJamak shalat karena sebab hujan adalah terkenal di zaman Nabi. Itulah
sebabnya dalam hadist di atas hujan dijadikan sebab yang membolehkan untuk menJamak.
Seorang
musafir baru boleh memulai melaksanakan shalat Jamak dan Qashar apabila ia
telah keluar dari kampung atau kota tempat tinggalnya.
Seorang
yang menjamak shalatnya karena musafir tidak mesti harus mengqashar shalatnya
begitu juga sebaliknya. Karena boleh saja ia mengqashar shalatnya dengan tidak
menJamaknya. Seperti melakukan shalat Dzuhur 2 rakaat diwaktunya dan shalat
Ashar 2 rakaat di waktu Ashar. Dan seperti ini lebih afdhal bagi mereka yang
musafir namun bukan dalam perjalanan. Seperti seorang yang berasal dari
Surabaya bepergian ke Sulawesi, selama ia di sana ia boleh mengqashar shalatnya
dengan tidak menJamaknya.
Menurut
Jumhur (mayoritas) ulama’ seorang musafir yang sudah menentukan lama musafirnya
lebih dari empat hari maka ia tidak boleh mengqashar shalatnya. Tetapi kalau
waktunya empat hari atau kurang maka ia boleh mengqasharnya.
Bagi
orang yang melaksanakan Jamak Taqdim diharuskan untuk melaksanakan langsung
shalat kedua setelah selesai dari shalat pertama. Berbeda dengan Jamak ta’khir
tidak mesti Muwalah (langsung berturut-turut). Karena waktu shalat kedua
dilaksanakan pada waktunya. Seperti orang yang melaksanakan shalat Dhuhur
diwaktu Ashar, setelah selesai melakukan shalat Dhuhur boleh saja dia istirahat
dulu kemudian dilanjutkan dengan shalat Ashar. Walaupun demikian melakukannya
dengan cara berturut –turut lebih afdhal karena itulah yang dilakukan oleh
Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seorang
musafir boleh berjamaah dengan Imam yang muqim (tidak musafir). Tetapi kalau
dia menjadi Imam maka boleh saja mengqashar shalatnya, dan makmum
menyempurnakan rakaat shalatnya setelah imammya salam.
Dan
sunah bagi musafir untuk tidak melakukan shalat sunah rawatib (shalat sunah
sesudah dan sebelum shalat wajib), Kecuali shalat witir dan Tahajjud.
B.
Syarat dan Ketentuan Shalat Jamak dan Qashar
Salah satu rukhsah/keringanan
yang Allah berikan kepada umat muslim adalah adanya kebolehan mengqashar
(meringkas) shalat yang terdiri dari empat rakaat menjadi dua rakaat serta menjamak
shalat dalam dua waktu dikerjakan dalam satu waktu.
A.
Beberapa ketentuan bagi shalat qashar
adalah:
- Kebolehan qashar shalat hanya
berlaku bagi musafir/orang dalam perjalanan yang jarak perjalanan yang
ditempuh dipastikan mencapai 2 marhalah; 16 parsakh atau 48 mil.
Shafar/perjalanan yang dibolehkan qashar shalat
adalah
- safar/perjalanan yang hukumnya
mubah, sedangkan safar dengan tujuan untuk berbuat maksiat (ma`shiah
bis safr) sedangkan bila tujuan dasar perjalanannya adalah hal yang
mubah namun dalam perjalanan ia melakukan maksiat (ma`shiat fis safr)
maka safar yang demikian tidak dinamakan safar maksiat sehingga
tetap berlaku baginya rukhsah qashar shalat dan rukhsah yag lain selama
dalam perjalanan tersebut.
- perjalanannya tersebut harus
mempunyai tujuan yang jelas, sehingga seorang yang berjalan tanpa arah
tujuan yang jelas tidak dibolehkan qashar shalat.
- Perjalanan tersebut memiliki maksud
yang saheh dalam agama seperti berniaga dll.
2.
Telah melewati batasan daerahnya. Sedangkan apabila ia belum keluar dari
kampungnya sendiri maka tidak dibolehkan baginya untuk jamak.
3. Mengetahui boleh Qashar
Seseorang
yang melaksanakan qashar shalat sedangkan ia tidak mengetahui hal tersebut
boleh maka shalatnya tidak sah.
Ketiga
ketentuan diatas juga berlaku pada jamak shalat dalam safar/perjalanan.
4.
Shalat yang boleh diqashar hanya shalat 4 rakaat yang wajib pada asalnya.
Adapun shalat sunat atau shalat yang wajib dengan sebab nazar tidak boleh
diqashar. Sedangkan shalat luput boleh diqashar bila shalat tersebut tertinggal
dalam safar/perjalanan yang membolehkan qashar, sedangkan shalat yang luput
sebelum safar bila diqadha dalam masa safar maka tidak boleh diqashar.
5.
Wajib berniat qashar ketika takbiratul ihram. Contoh lafadh niatnya adalah:
اصلى
فرض الظهر مقصورة
“saya shalat fardhu dhuhur yang
diqasharkan”
Bila
ia berniat qashar setelah takbiratul iharam maka tidak dibolehkan untuk qashar
shalat.
6. Tidak mengikuti orang yang
mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat) walaupun hanya sebentar. Bila ia
sempat mengikuti imam yang mengerjkan shalat secara sempurna maka shalatnya
mesti dilakukan secara sempurna pula (4 rakaat).
7.
Tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan niatnya mengqashar shalat,
misalnya timbul niat dalam hatinya untuk mengerjkan shalat secara sempurna( 4
rakaat) atau timbul keragu-raguan dalam hatinya setelah ia berniat qashar
apakah sebaiknya ia mengerjakan shalat secara sempurna atau ia qashar saja.
Bila timbul hal demikian maka shalatnya wajib disempurnakan (4 rakaat).
Demikian juga wajib mengerjakan shalat secara sempurna bila timbul karagu-raguan
dalam hatinya tentang niatnya apakah qashar ataupun shalat sempurna,
walaupun dalam waktu cepat ia segera teringat bahwa niatnya adalah qashar.
8. Selama dalam shalat ia harus masih
berstatus sebagai musafir.
Apabila dalam shalatnya
hilang statusnya sebagai musafir misalnya karena kendaraan yang ia tumpangi
telah sampai ke daerah tujuannya, atau ia berniat bermukim didaerah tersebut
maka shalatnya tersebut wajib disempurnakan.
A. Beberapa Ketentuan Shalat
jamak.
Dari beberapa syarat
dan ketentuan shalat jamak ada ketentuan umum yang berlaku bagi jamak taqdim
dan takhir dan ada pula beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim saja atau
bagi jamak takhir saja.
Ketentuan dan
syarat-syarat yang berlaku umum baik kepada jamak takhir dan kepada jamak
taqdim adalah:
- Jamak bagi musafir dibolehkan
apabila jarak perjalanannya mencapai dua marhalah dengan ketentuan
sebagaimana pada pembahasan masalah qashar shalat (ketentuan no. 1, no. 2
dan no. 3 pada qashar juga berlaku pada jamak)
- Shalat yang boleh dijamak adalah
shalat dhuhur dengan ashar dan shalat maghrib dengan Isya, kedua shalat
tersebut juga boleh diqashar beserta jamak.
Adapun beberapa ketentuan khusus bagi jamak
taqdim adalah:
- Niat jamak pada shalat
pertama.Dalam shalat jamak taqdim, misalnya mengerjakan shalat dhuhur
bersama ashar, ketika dalam shalat dhuhur wajib meniatkan bahwa shalat
ashar dijamak dengan shalat dhuhur. Niat ini tidak diwajibkan harus dalam
takbiratul ihram, tetapi boleh kapan saja selama masih dalam shalat bahkan
boleh bersamaan dengan salam shalat dhuhur tersebut.
- Tertib, dalam mengerjakan shalat jamak
taqdim harus terlebih dahulu dikerjakan shalat yang awal, misalnya dalam jamak
dhuhur dengan Ashar harus terlebih dahulu dikerjakan dhuhur.
- Masih berstatus sebagai musafir
hingga memulai shalat yang kedua
- Meyakini sah shalat yang pertama.
- Beriringan, antara kedua shalat
tersebut harus dikerjakan secara beriringan. Kadar yang menjadi pemisah
antara dua shalat tersebut adalah minimal kadar dua rakaat shalat yang
ringan. Bila setelah shalat pertama diselangi waktu yang lebih dari kadar
dua rakaat shalat ringan maka tidak dibolehkan lagi untuk menjamak shalat
tersebut tetapi shalat kedua harus dikerjakan pada waktunya yang asli.
Bila
ingin melaksakan shalat sunat rawatib maka terlebih dahulu shalat sunat qabliah
dhuhur (misalnya menjamak maghrib dengan Isya) selanjutnya shalat fardhu
Maghrib dan Isya kemudian shalat sunat ba`diyah Maghrib kemudian Qabliah Isya
dan Ba`diyah Isya.
Ketentuan Khusus
pada Jamak Takhir.
- Niat jamak takhir dalam waktu
shalat yang pertama. Dalam jamak takhir ketika kita amsih berada dalam
waktu shalat pertama kita harus mengkasadkan bahwa shalat waktu tersebut
akan kita jamak ke waktu selanjutnya. Batasan waktu shalat pertama yang
dibolehkan untuk diqasadkan jamak adalah selama masih ada waktu kadar satu
rakaat shalat.
Pada
jamak takhir tidak disyaratkan harus tertib (boleh mengerjakan shalat dhuhur
dulu atau ashar dulu pada masalah menjamak dhuhur dalam waktu ashar) serta
tidak wajib beriringan/wila`, sehingga setelah mengerjakan shalat pertama boleh
saja diselangi beberapa waktu kemudian baru shalat yang kedua.
DAFTAR
PUSTAKA
Rifa’i, Muhammad.1995.Risalah Tuntunan Sholat
Lengkap.Toha Putra: Semarang
Terjemah Fathul Mu`in.2009.Tohaputra: Semarang
Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin,
Toha putra: Semarang
Komentar
Posting Komentar